Sabtu, 07 Februari 2015

Contoh Tugas Membuat Biografi Tokoh Idola "Chairul Tanjung"

Assalamualaikum, Hai teman - teman kali ini saya akan memberikan contoh tugas membuat biografi tokoh idola, ini adalah tugas Bahasa Indonesia saya saat kelas VII, nah tokoh idola yang saya pakai tentunya tokoh idola saya dong, dia adalah Bapak Chairul Tanjung. Saya ngefans sama beliau sejak saya minta dibelikan buku "Chairul Tanjung Si Anak Singkong" oleh orangtua saya. Melalui iklan buku pada saat itu, tidak tahu mengapa saya sangat tertarik dan ingin dibelikan buku itu secepatnya. Oke tanpa lama - lama ini dia contoh biografi tokoh idola saya...





Dia adalah Chairul Tanjung yang bernama panggilan Bung CT, lahir di Jakarta pada tanggal 16 Juni 1962, Profesinya adalah pengusaha atau pemilik (CEO) Utama CT Corp, dan pendidikan terakhirnya adalah S2 dari IPMM (selesai 1992), Mempunya istri dan 2 anak yaitu, Anita Ratnasari Tanjung (istri), Putri Indahsari (anak pertama), dan Rahmat Dwiputra (anak kedua).

Bekerja Keras, Ikhlas dan Jujur

Saat ini dia memasuki usia 50 tahun. Dari sisi kegiatan dan kiprahnya, dia termasuk salah satu pengusaha papan atas Indonesia, yang disebut berbagai kalangan sebagai the rising star, yang merasa “bukan anak orang kaya, bukan anak jenderal, bukan anak konglomerat”.

Mengenai entrepreneurship (kewirausahaan), kita perlu banyak belajar dari bung CT. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, dihitung dari saat mengakuisisi Bank Mega dari Bank Karman tahun 1996 hingga 2006 ketika masuk di urutan ke-18 dari 40 orang terkaya Indonesia versi majalah forbes dengan total kekayaan pribadi 310 juta dollar AS atau lebih dari Rp 2,8 triliun. Di bulan maret 2012, majalah yang sama mengeluarkan daftar 1226 orang terkaya di dunia, 17 diantaranya orang indonesia. Bung CT termasuk di antaranya dalam urutan ke-634 dengan kekayaan pribadi 2,0 miliar dolar AS.

Bung CT tidak membantah julukan the rising star, tetapi membantah disebut pengusaha “dadakan”. Sebab dia merasa semua diperoleh berkat kerja keras bertahun – tahun sejak mahasiswa. Dimulai dari usaha fotocopy di kampusnya, industry alas kaki, keuangan, lantas menggurita ke berbagai usaha, bahkan mengakuisisi perusahaan asing (Carrefour). Payung perusahaan Para Group pun diubah menjadi CT Corp (Chairul Tanjung Corpora), tidak lagi focus pada bidang keuangan, property, dan media, tetapi mencakup hampir semua bidang disentuhnya. Dari sekian ambisinya, seperti diakui Bung CT masih kurang, satu diantaranya maskapai penerbangan yang namanya sudah dia temukan sebelum terealisasi.

Kita, setidak – tidaknya saya, merasa perlu memungut banyak contoh dan bahan pelajaran. Berkat kerja keras dan kerja tuntas, dia berhasil mengubah dari nobody yang tidak diperhitungkan orang menjadi somebody yang diperhitungkan banyak orang.

Meskipun tidak ingin memasuki wilayah politik praktis agar bisa fokus dan tetap netral, sebagai Ketua Pengurus Yayasan Indonesia Forum, tetapi beliau pada tahun 2007 dipercaya menyusun Visi Indonesia 2030. Ketika rencana perombakan kabinet Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono kedua digodok, Beliau termasuk satu dari mereka yang dipanggil ke Istana Cikeas. Akan tetapi, dengan rendah hati beliau mengatakan “hanya dimintai pendapat soal prediksi ekonomi Indonesia”. Ketika banyak pengusaha beramai-ramai masuk ke bidang politik atau ketika dibujuk-bujuk banyak tokoh partai agar masuk ke ranah politik, Bung CT bergeming. “Saya tidak tertarik bidang politik”, katanya.

Kepercayaan Modal Utama

Sosok Bung CT mengingatkan saya pada sebuah kisah dalam mitologi Yunani kuno. Alkisah, seorang raja, Midas, yang amat sakti. Segala yang tersentuh tangannya berubah menjadi emas. Hikmah kisah ini bukan tentang keluhan Midas yang kebingungan dengan kesaktiannya itu, sebab makanan yang akan disantapnya jadi emas, tetapi tentang kesaktian Midas mengubah segala sesuatu menjadi emas.

Bung CT secara alegoris boleh disebut Midas, tidak dalam kisah, tetapi dalam kenyataan. Segala usaha yang ia dirikan dan kembangkan nyaris tidak ada yang gagal. Mungkin hanya dua, yakni usaha buka toko kebutuhan praktikum calon dokter di Pasar Senen dan praktik kontraktor bangunan. Itu pun ia golongkan sebagai bagian dari “jatuh bangun” ketika masih sebagai mahasiswa FKG-UI (1981-1987), sebelum akhirnya membuka pabrik sepatu sebagai awal kariernya sebagai pengusaha. Tidak mau jadi dokter, kok, masuk fakultas kedokteran gigi? Katanya, “Cita-cita saya masuk universitas negeri sebab biayanya murah”. Lantas dia ingat, bagaimana ibunya banting tulang membiayai sekolahnya dengan menjual kain halus. Ia pun akhirnya membiayai sendiri kuliahnya.

Sosok Bung CT mengingatkan konsep filosofis “dari tiada menjadi ada”. Di tangan Bung CT, konsep itu menjadi riil. Berkat ketekunan dan kerja kerasnya, Beliau berhasil menciptakan sekian usaha baru yang bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, dan banyak orang. Di antaranya menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 75.000 karyawan di awal tahun 2012 dan mengharumkan nama Indonesia di mata Internasional.

Dari berbagai pertemuan, liputan media, juga dari jawaban-jawabannya ketika ditanya wartawan, dia katakan, di tahun 1998, “Sukses tidak bisa diraih dalam waktu sekejap”. Butuh ketekunan, kerja keras, dan intergritas tinggi. Dalam dunia usaha, kepercayaan merupakan modal utama. Begitulah pengalaman pertama kali ketika mendapat Kredit Modal Kerja Ekspor sebesar Rp 150 juta dari Bank Exim tahun 1987. Kepercayaan. Pihak Bank Exim menilai beliau mampu memutar uang itu dengan mengekspor sepatu anak-anak.

Kepercayaan itu segala-galanya. Sekali kepercayaan luntur, dengan sendirinya bisnis luntur. Untuk mendapat kepercayaan dari mitra bisnis, diperlukan kerja keras, dan senantiasa berpikir sehat positif. “Kendati dalam praktik bisnis sering terjadi penyimpangan etika bisnis, tapi sebagai pengusaha yang mau maju tetap harus mengembangkan moral dan idealisme.”

Dalam praktik bisnis, selama segala sesuatu masih dalam batas yang wajar tidak menjadi masalah. Bung CT mengaku, dalam melaksanakan segala kegiatan bisnisnya, senantiasa dia coba sesuai dengan hukum dan sistem. “Saya hampir tidak pernah memberikan upeti kepada pejabat negara atau direksi bank karena bukan itu tujuan saya. Saya mendapatkan kredit dari bank bukan dengan cara menyogok. Mendapatkan kredit karena mempunya track record yang baik.”

Adanya kepercayaan, moral, dan idealisme dalam berbisnis itu pula yang saya rasakan ketika Kompas Gramedia melepas 55 persen sahamnya (di TV7, sekarang Trans 7-ed.) kepada beliau tahun 2006. Kompas Gramedia dan saya merasa memperoleh partner. Visi dan misi bidang media beliau sejalan dengan visi-misi, cita-cita, dan idealisme Kompas Gramedia. Entah karena hoki atau lebih profesional, belum genap satu tahun, kinerja Trans 7 bisa menutup kerugian, bahkan mulai mendatangkan keuntungan.

Senantiasa Optimis

Mencermati Visi Indonesia 2030 yang dibangun dengan optimisme yang rasional, saya lihat dia menempatkan Indonesia dalam prediksi besaran entitas CT Corp, holding company perusahaan-perusahaannya. Rasa optimis lahir dan tumbuh dari cara memandang masa depan yang lebih baik, modal memacu semangat. Rasional dibentuk melalui proses yang terarah didasarkan atas kajian komprehensif, mendalam, dan bertanggung jawab secara ilmiah. Semuanya diciptakan melalui sinergi komponen pengusaha, birokrasi, dan akademisi. Untuk mencapai itu diperlukan tiga syarat : kepemimpinan nasional yang kuat, iklim bisnis yang kondusif, dan kebijakan energi yang komprehensif.

Menurut Visi Indonesia 2030, Indonesia dengan penduduk 285 juta jiwa pada tahun 2030 masuk dalam lima besar kekuatan ekonomi dunia, pendapatan per kapita sekitar 18.000 dollas AS, masuk dalam daftar 10 besar tujuan pariwisata dunia, dan tercapainya kemandirian dalam pemenuhan energi domestik, dan masuknya paling tidak 30 perusahaan Indonesia dalam daftar Fortune 500 perusahaan dunia. Sasaran-sasaran Visi Indonesia 2030 yang dirasa kurang memperhitungkan faktor sosial politik budaya dengan mudah berakibat visi itu dikritik sebagai mimpi atau utopia.

Sebaliknya, dalam menyelenggarakan manajemen perusahaan, Bung CT jauh dari mimpi. Selain visi dan targetnya jelas, jelas pula strategi objektif dan inisiatif-inisiatif cara mencapainya. Dengan cara berpikir itu, kolumnis Christianto Wibisono menyebut Bung CT sebagai pengusaha yang punya kiatmanajemen dalam suasana kritis-sebelum krisis tahun 1998 nyaris Beliau tak dikenal-sebutlah bertangan dingin. Tangan dinginnya bukan hanya karena hoki atau nasib baik, melainkan terutama berkat semua ditempatkan dalam kriteria hitung-hitungan terukur, dikerjakan dalam sistem manajemen tegas profesional, disertai usaha keras dan bekerja tuntas.

Dari sekian ceramahnya, saya terkesan oleh pandangan-pandangannya yang to the point, bukan sebuah analisis dari balik bangku kelas atau statistik kotak-katik, melainkan hasih praktik. Satu diantaranya sebuah ceramah yang disampaikan di depan pimpinan Kompas Gramedia tanggal 2 November 2011 di Hotel Santika, Jakarta. Pemaparannya tentang kondisi global tidak jauh dari konteks optimisme masa depan Asia, bagaimana posisi Indonesia sebagai satu diantaranya. Sumber kemajuan Indonesia terletak pada sumber daya manusia yang tidak hanya terdidik, tetapi juga kreatif dan mendasarkan diri pada hasil riset. Di sana terletak inovasi-inovasi untuk kemajuan. Masa depan dunia ada di Asia. “The future of the world is Asia,” katanya.

Lima puluh persen perekonomian dunia akan dikontrol oleh Asia dengan kunci-kunci pokok China dan India. Salah satu kata kunci Beliau adalah “ Siapa yang tidak berubah akan dimakan oleh pesaingnya.”

Berorang tua darah Batak-Sunda, A.G. Tanjung dan Halimah-pemimpin harian Suluh Indonesia yang ditutup semasa era Soekarno di tahun 1960-an dan lahir di jakarta, Bung CT menjawab keraguan-keraguan tentang entrepreneurship. “entrepreneurship” itu bisa dilahirkan, bukan diturunkan.” Beliau telah membuktikan dengan keberhasilan-keberhasilannya. Beliau menaruh target usahanya terbesar di Indonesia. Ia telah membuktikan keyakinannya. Semua yang disentuhnya menghasilkan buah, ibarat semua benda yang disentuh Raja Midas menjadi emas.



Kutipan Menarik Seorang Chairul Tanjung

-          Kain Halus Ibu Sebagai Biaya Kuliah
“Mengingat keterbatasan dalam banyak hal terutama biaya, langkah apapun sudah harus saya pertimbangkan dengan matang, termasuk setelah lulus sekolah menengah atas dan mulai akan menapaki bangku perguruan tinggi.” Dan ternyata biaya itu adalah dari kain halus ibunya, namun Bung CT tidak mengetahuinya. Ibunya berkata, “Chairul, uang kuliah pertamamu yang ibu berikan beberapa hari yang lalu ibu dapatkan dari menggadaikan kain halus ibu. Belajarlah dengan serius , Nak.”
-          Lima Belas Ribu Pertama Dalam Hidup Saya
“Kala itu, dosen mungkin bisa disejajarkan setingkat di bawah Tuhan. Titahnya terhadap mahasiswa tidak terbantahkan. Apapun yang disarankan merupakan perintah yang amat tidak mungkin diabaikan, apalagi dilanggar mahasiswa. Waktu itu, dosen kami selalu mewajibkan semua mahasiswa, tanpa kecuali, memiliki buku asisten praktikum yang disusunnya. Buku diktat tersebut juga terkait dengan kepentingan kegiatan praktikum para mahasiswa di FKG-UI.” Ternyata Bung CT memanfaatkan peluang dalam kegiatan ini, beliau mempunyai kenalan yang memiliki Usaha Percetakan dengan harga murah yaitu Rp 150. Esoknya beliau menawarkan fotocopy buku praktikum hanya Rp 300 saja. Karena fotocopy yang di jalan salemba seharga Rp 500 dan lebih mahal, maka beliau memanfatkan peluang. “Keuntungan awal dari bisnis fotocopy ini Rp 15.000 dan praktis didapatkan dengan proses mudah. Kuncinya sederhana: Jaringan dan Kepercayaan.”
-           Juragan Fotocopy di Kampus
“Kabar mengenai harga fotocopy di saya yang jauh lebih murah dibanding di toko-toko sekitar kampus waktu itu meluas begitu cepat, tidak hanya di FKG angkatan saya, tetapi juga terdengar hingga ke telinga beberapa dosen. Singkat cerita, semua meminta bantuan saya mencetak beragam diktat. Banyak sekali, baik yang berbahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris.” “…hidup sebagai mahasiswa yang memiliki penghasilan sendiri sungguh indah luar biasa kala itu. Dunia cerah ceria laksana bulan tanpa terhalang awan di puncak purnama.
-          Berjualan Alat Kedokteran di Kampus
“Kedokteran merupakan salah satu jurusan paling mahal, terlebih kedokteran gigi. Bahan praktikum pembuatan gigi palsu seperti gypsum dan wax sebetulnya sudah disediakan di kampus, tapi untuk berlatih, sudah pasti berbagai alat dan bahan tersebut harus dimiliki sendiri, dan itu tidak murah karena semua masih diimpor. Sementara itu hamper semua mahasiswa belum berpenghasilan dan mengandalkan kiriman dari orangtua. Selain melihat ini sebagai peluang usaha, saya pun berniat membantu teman-teman yang lain.” “kemudian saya mulai diberi barang atau peralatan praktikum yang terdiri dari pinset, gypsum, wax, eskavator, dll. Saya jual kepada teman-teman dengan harga yang lebih murah daripada harga di took yang biasa mereka beli.”
-          Karena Sang Jenderal, Akhirnya Dua Teman Lulus Kewiraan
“Jika dirunut ke belakang, hubungan saya dengan teman-teman cukup dekat dan kami saling membantu. Pernah suatu ketika saya didekati Alin dan Wati agar saya bisa memperjuangkan kepada dosen Kewiraan, Pak Sunardi, untuk memperbaiki nilai mereka.” Akhirnya Bung CT membantu temannya sampai bertemu dengan Sang Jenderal. “Beberapa buku sengaja saya baca hingga habis agar memiliki banyak refrensi sebagai bahan berbincang dengan Sang Jenderal seputar senjata dan perang.” “Saya hanya mahasiswa, dan lawan bicara nanti adalah seorang Jenderal berpengalaman.”
-          Menunggu Bapak Pulang demi Zakat Fitrah
“Suatu hari malam takbiran saat saya masih kelas dua SMP. Waswas menunggu bapak yang belum juga pulang. Saya sendirian menunggu beliau di ujung gang seraya berdoa semoga beliau kali ini membawa uang untuk membayar zakat fitrah kami sekeluarga.” Bung CT yang sambil menunggu sang bapak pulang untuk membayar zakat fitrah sampai jam 03.30, ada tetangga yang memerhatikan dan sempat akan memberi keluarga beliau zakat, lalu beliau tolak.

Kata -Kata Mutiara Dari Beliau

  • Kita butuh banyak wirausaha yang nasionalis, nasionalis kerakyatan, karena ini tugas kemanusiaan. Karena kekayaan tidak dibawa mati. Inilah watak kebangsaan paling sejati. Kita berbuat, tidak sekedar beretorika.
  • Tidak ada kesuksesan yang bisa dicapai seperti membalikkan telapak tangan, tidak ada keberhasilan tanpa kerja keras, keuletan, keggihan, dan kedisiplinan.
 
 
Sumber: Buku “Chairul Tanjung Si Anak Singkong”

0 komentar:

Posting Komentar